Kongres Minangkabau akankah membawa perubahan ?



Kongres Minangkabau masih akan di langsungkan pada akhir tahun 2005, namun gaungnya telah terasa sejak beberapa bulan lalu terutama dikalangan akademisi maupun aktivis Minang di Rantau. Kongres yang sedianya akan dihadiri oleh berbagai elemen yang mewakili kemajemukan masyarakat Minangkabau seperti Pemprov, LKAAM, Bundo Kanduang, Organisasi pemuda, perantau serta eleman organisasi lainnya.

Keinginan untuk mengadakan Kongres MInangkabau ini pada mulanya karena semakin memuncaknya kekhawatiran dari Pemprov beserta semua elemen masyarakat melihat gambaran Minangkabau kini yang amat sangat berbeda dari Minangkabau semasa jayanya dulu. Indikasinya adalah semakin lunturnya moral agama, pudarnya masyarakat adat, pendidikan yang semakin tertinggal, serta perekonomian yang semakin sulit. Ketertinggalan disegala bidang hal itulah yang sering menjadi buah bibir masyarakat Minang yang ada di rantau apabila ditanya mengenai gambaran Minangkabau yang ada sekarang.

Tulisan ini tidak akan mengulas mengenai ketertinggalan Minangkabau dari daerah lain maupun asal muasal kongres namun di kesempatan ini saya hanya akan mengutarakan sedikit pandangan saya tentang Kongres Minangkabau itu sendiri yang tentunya menurut persepsi saya sendiri.

“Baiyo mangko bakato, batolan mangko bajalan” mungkin peribahasa inilah yang melandasi keinginan pihak yang ingin mengadakan kongres ini. Suatu inisiatif yang patut diacungin jempol yang mengisyaratkan adanya kepedulian terhadap kemerosotan “Nagari”.Kompleksitasnya permasalah di Minangkabau memang harus melibatkan semua elemen anak nagari dalam satu lingkaran untuk menemukan formula yang tepat bagi penyelesaian masalah karena pihak pemrov/pemda sendiri tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada sendirian. Sebab permasalahan tersebut sangat terkait dengan masalah Adat, ekonomi dan social yang tentunya juga hatrus melibatkan penghulu, ninik mamak, cadiak pandai dan limbago yang menaunginya.

Dibalik Indahnya wacana Kongres Minangkabau dengan kebersamaannya itu tersirat sedikit kekhawatiran tentang efektivitas kongres itu sendiri. Satu pertanyaan yang timbul”siapkah mereka bermusyawarah secara demokratis dan dengan berlapang hati menerima segala kritikan dari peserta Kongres ? pertanyaan ini muncul karena kecenderungan saat ini semua elemen masyarakat dalam limbago yang menaunginya terkesan terlalu ekslusif dan jauh dari keterbukaan menerima kritik. Dan hal ini jugalah yang merupakan salah satu katalis dari kemunduran Minangkabau dari Daerah yang menghasilkan intelektual menjadi hanya sekedar penghasil pedagang kaki lima dan RM Padang. Seorang Penghulu entah karena ke ekslusifannya tadi akan segera bermerah muka apabila ada anak kemenakannya melontarkan kritikan baik untuk personal maupun tentang limbago adat yang dipangkunya.

Sikap pesimis saya juga muncul apabila melihat organisasi masyarakat rantau yang akan ikut menyingsingkan lengan baju membahas permasalahan minang kabau di gelanggang Kongres yang akan berlangsung. Pertanyaannya “selama ini apa yang telah diperbuat oleh organisasi Orang Rantau tersebut untuk Nagari ? Saya melihat dari perspektif saya yang juga orang rantau, eksistensi dari organisasi Rantau itu sendiri tidak lebih hanya merupakan gelanggang bagi para elite nya untuk menjadi individu yang menonjol (baca populer) serta dekat dengan kekuasaan. Indikasinya bisa dilihat dari anggota kehormatannya yang di dominasi oleh para mantan pejabat. Belum ada sejarahnya (setahu saya) organisasi rantau memberikan sumbagan pemikiran cerdas yang sebenarnya sangat dibutuhkan bagi Nagari. Kehadiran mereka hanya untuk menjadi si”anu” yang merasa dekat dengan gubernur maupun sebagai perwakilan dari Orang Minang di rantau sehingga melempangkan jalan mereka secara individu untuk dikenal dengan pejabat di mana mereka merantau sesungguhnya. Kita bias lihat berapa banyak Gelar Kehormatan yang diberikan secara Cuma2 bagi orang luar Minangkabau yang sebenanrya merupakan kepentingan elite organisasi itu apakah itu kepentingan ekonomi maupun social.

Namun dibalik kepesimisan tersebut kesempatan layak diberikan kepada mereka yang terlibat dalam Kongres untuk memberikan sentuhan bagi bangkitnya Minangkabau dari ketertinggalan. Semoga dihasilkan kesepakatan maupun terobosan yang benar benar baru dan mampu untuk diterapkan tidak seperti kongres kongres yang telah lalu dimana tak satupun hasilnya yang bisa di aplikasikan. Rasa Harap ditemukannya formula mambangkik batang tarandam tak henti kita harapkan demi menuntaskan kerinduan Bangkitnya Minangkabau kembali menjadi industry otaknya Indonesia.


Semoga......

1 komentar:

Anonymous said...

sangat membawa perubahan apalagi bagi kami orang perantau .tetap takana jo kampung.nan jau di mato. salam untuk urang awak kasadonyo