ATM Kondom perselingkuhan antara marxis dan kapitalis


Ada sekelompok orang menyatakan bahwa penyebaran wabah AIDS akan bisa dihambat apabila menggunakan kondom dalam berhubungan Seks. Kelompok ini juga memahami seks adalah kebutuhan naluriah manusia yang tidak bisa disekat sekat oleh mitos ataupun aturan aturan yang menghalangi penyaluran hasrat itu. Manusia dilahirkan karena aktivitas seks berarti manusia adalah produk dari seks itu sendiri. Seks menurut mereka menempati kasta yang sejajar dengan makanan. Dengan makan setiap hari manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan hukum hukum alam, tanpa makanan manusia akan layu dan mati. Begitu juga seks telah menjadi kehendak naluriah manusia sejak manusia pertama kali diciptakan. Tanpa seks tidak ada regenerasi manusia Seks secara terus menerus tanpa makan juga akan letih dan tidak akan mendapat kepuasan yang maksimal. Sekelompok orang yang berpandangan seperti yang diurai diatas sedikit mencerminkan sikap golongan sosialis/marxis yang menghendaki kebebasan seks .

Kebebasan seks akhir decade ini membawa konsekuensi kepada penyebaran penyakit kelamin seperti halnya AIDS yang mewabah dan membahayakan kehidupan manusia keseluruhan . Tidak hanya pelaku seks bebas tetapi juga membahayakan pasangan masing masing maupun anak yang dikandung oleh penderitanya. Mungkin inilah yang sedikit membedakan manusia dengan Ayam. sewaktu kecil kita sering memerhatikan seekor ayam jantan mengejar seekor ayam betina dan kemudian”memperkosanya”. Tak jarang “sang Ibu” pun tak luput dari “perkosaan” ayam jantan tersebut yang tentunya tanpa melalui prosesi pernikahan dulu. Bedanya dengan manusia, Kebebasan seksualitas dari ayam ayam tadi tidak diikuti oleh mewabahnya penyakit kelamin seperti halnya manusia.

Mewabahnya penyakit kelamin dewasa ini disikapi berbagai macam cara oleh pihak pihak yang merasa berkepantingan. BKKBN misalnya memilih menggunakan alat kontrasepsi/kondom sebagai solusi untuk menekan laju wabah AIDS yang mulai mengancam Indonesia. Secara implisit kebijakan ini sejalan dengan pandangan kaum sosialis tadi dengan tidak mempermasalahkan seks bebas asal menggunakan kondom maka ancaman AIDS akan tertanggulangi. Hal itu diwujudkan dengan penyebaran ATM kondom di beberapa tempat di Ibu Kota serta kota kota besar lainnya.

Bagaiman kaum kapitalis melihat fenomena ini ? dalam benak kapitalis setiap inci kehidupan adalah “laba” sehingga “burung kakak tua yang terselip “ itu pun dapat mereka lihat sebagai sumber dari keuntungan/laba yang akan mereka peroleh. Tanpa mengindahkan moral( kita memang tidak meninjau segi moral disini) seperti halnya pemikiran kaum sosialis mereka juga ikut masuk meramaikan pertunjukan pelegalan seks bebas dengan memproduksi kondom ber aneka rasa untuk disalurkan ke ATM ATM kondom yang sebentar lagi menjamur di Indonesia. Sehingga pelaku seks bebas akan dapat menyalurkan libidonya dengan rasa strawberry, pisang, mangga dan semacamnya.

Jadilah kaum sosialis yang selalu siaga untuk menghantam musuh tradisi mereka (kapitalis) menyalurkan libidonya dengan lebih dahulu meyarungkan kondom ke “burung kakak tua” yang dibeli dari ATM kondom milik kapitalis. Sementara itu si lintah darat taipan kapitalis dengan suka cita menyediakan pesanan aneka macam rasa kondom bagi dari kamerad kamerad sosialis yang sedang berpacu di lorong lorong kenikmatan disudut sudut negeri.

Dan perselingkuhan pun terjadi…pertentangan tradisi ideology selama ini bisa dilupakan sementara waktu karena kamerad sedang bercucuran keringat memacu libidonyo dan taipan berusaha menyiapkan rasa lainnya buat memenuhi hasrat sang kamerad.

Heheheh…dunia yang lucu..

a poem


Dimasa muda, kau cari harta dengan mengorbankan kesehatan, sesudah itu, giliran kau buang harta untuk mendapatkannya kembali. Tapi akhirnya yang kau dapatkan hanya sepetak tanah dan sekerat nisan.

Karena hartamu ternyata hanya hak pakai, yang tak bisa dibawa ke akhirat. Dan disanapun hatimu pasti masih merisaukan mereka yang hidup ! lalu apa yang disebut kebahagiaan…oh manusia yang malang ?

Padahal surga jelas jelas ada didepan matamu. Tanah yang kau pijak adalah suci, seperti juga dengan tubuhmu. Karena itu hidup pada detik ini dan disini adalah indah dan suci untuk dijalani. Seperti halnya…didalam biji pasti sudah ada pohon.

Bermimpi berharap empati


Sejak selasa 6 Desember lalu setiap pengemudi maupun penumpang Bus kota yang melewati jalan Diponegoro akan menikmati suguhan pemandangan baru yaitu sebuah patung Pangeran Diponegoro yang menunggang kuda dengan gagahnya. Posisi nya persis sama dengan yang ada dilukisan Hendra Gunawan (patung berkuda) yang juga diperindah dengan diorama air mancur nan eksotik. Sebuah karya yang patut diacungin jempol karena merupakan hasil seni dan imajinasi seniman lokal (jogja).

Persmian Patung yang bertepatan dengan ulang Tahun Gubernur DKI Sutiyoso tersebut dihadiri oleh kalangan pejabat maupun Taipan Ibu Kota. Termasuk Juga Ciputra yang merupakan pemilik Patung tersebut dan menghibahkannya ke Pemerintahan DKI. Konon katanya jika dilelang harga Patung tersebut mencapaia 10 Milyar rupiah. Sebuah nilai materi yang fantastis ditengah terpuruknya ekonomi Bangsa.

Ironi !

itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kemegahan dan kemewahan hadiah ulang tahun Sutiyoso ini. Ditengah pahit dan peliknya permasalahan kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat Indonesia dan kaum pinggiran di Ibu Kota khususnya, seorang Pejabat sang pengayom rakyat tidak bisa (atau tidak mampu ) menunjukkan empatinya. Sesungguhnya dibalik gemerlapnya Ibu Kota dan tingginya pencakar langit yang menghiasi setiap jalan protokol masih banyak rakyat miskin yang butuh pertolongan atau paling tidak sedikit berharap empati dari Pemimpinnya.

Seandainya...Pejabat maupun segelintir orang kaya di Negara ini memiliki empati terhadap masyarakat miskin mungkin belum saatnya untuk membuat Patung semahal ini. Bayangkan saja dengan dana sebanyak itu Pemerintah DKI Jakarta bisa mewujudkan mimpi sebagian rakyatnya yang belum punya rumah. Dengan mendirikan perumahan sederhana untuk rakyat sedikitnya 200 KK akan tertolong dan bisa hidup layak dengan memiliki rumah sendiri. Apalagi nantinya Sutiyoso berencana mendirikan patung serupa disetiap persimpangan jalan yang sesuai dengan nama jalannya. Bayangkan saja berapa dana yang akan terkuras untuk mewujudkan ambisi Sang Gubernur tersebut.

Memang seharusnya Kita memilih Pemimpin yang punya empati terhadap penderitaan rakyatnya. Bukan Pemimpin yang dirasuki oleh ambisi pribadinya untuk memperoleh kemegahan dan kemewahan….

Yah...mo gimana lagi...Kita sudah ketinggalan kereta..namun masih ada kapal ke Padang