Quo Vadis Kasus Munir ?

Penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Indonesia, Munir, memasuki babak baru setelah POLRI menetapkan Indra Setiawan (mantan Direktur Utama Garuda) dan Rohainil Aini (Secretary Chief Pilot Airbus 330) sebagai tersangka pada 12 April 2007 lalu. Kedua orang itu disangka turut membantu pembunuhan berencana yang dilakukan Pollycarpus Budihari Priyanto, mantan pilot Garuda, yang oleh pengadilan sebelumnya dinyatakan tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap Munir.

Penetapan dua tersangka tersebut kembali membuka jalan bagi penyelidikan kasus ini. Sebelumnya, upaya hukum mengungkap pembunuh Munir menjadi tidak jelas ketika tersangka utama Pollycarpus dibebaskan dari tahanan 25 Desember 2006 berdasarkan keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA). Pollycarpus hanya terbukti melakukan pemalsuan dokumen sehingga hanya dijatuhi hukuman selama dua tahun.

Keputusan MA ketika itu sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan karena materi-materi yang dibawa kepengadilan tidak kuat secara hukum. Temuan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) banyak yang tidak ditindak lanjuti oleh kepolisian. Antara lain, bukti hubungan telepon antara Pollycarpus dengan Pejabat Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi PR, serta keterlibatan petinggi Garuda. Justru keterlibatan petinggi Garuda baru ditindak lanjuti saat ini ketika Pollycarpus sudah di putuskan tidak bersalah oleh MA. Hal ini merupakan kejanggalan karena dalam pemeriksaan Pollycarpus sebelumnya petinggi garuda ini sudah bisa dijadikan tersangka sebagaimana hasil temuan TPF.

Kejaksaan Agung berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap kasus ini. Untuk melanjutkan penyelidikan dan mencari bukti baru (novum), Mabes Polri pada 24 Januari 2007 membentuk tim penyidik baru yang diketuai oleh Kabareskrim (Irjen) Bambang Hendarso Dahur. Dari penyelidikan ditemukan novum antara lain peracunan munir terjadi di bandara Changi Singapura, bukan di penerbangan Jakarta-Singapura seperti dugaan sebelumnya. Namun Bambang menyatakan kedua karyawan garuda yang dijadikan tersangka baru tidak terkait dengan novum melainkan karena tuduhan terlibat dalam pemalsuan surat tugas Pollycarpus.

Dari pernyataan Bambang diharapkan Kepolisian tidak memilah-milah antara persoalan pemalsuan dokumen dengan pembunuhan berencana terhadap Munir. Jika tidak, timbul kekhawatiran kedua tersangka baru ini hanya diadili karena pemalsuan dokumen sementara dalang pembunuh Munir tetap tidak tersentuh. Padahal seperti yang pernah dibuktikan oleh TPF serta diakui oleh Hakim Pengadilan Jakarta Pusat, Desember 2005, pembunuhan ini adalah pembunuhan berencana yang dilakukan sebuah komplotan.

Sikap Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang mengabaikan beberapa temuan TPF mengundang kecurigaan siapapun tentang kesungguhan niat pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini. Ketika dipastikan Munir meninggal akibat diracun, Presiden SBY menyatakan bahwa kasus ini menjadi "ujian sejarah" bagi bangsa ini. Dengan kata lain presiden menjanjikan akan membongkar kasus Munir hingga ke akar-akarnya. Namun seiring waktu pernyataan Presiden masih berupa janji kosong belaka. Bahkan presiden tidak pernah mengungkapkan hasil penyelidikan TPF ke publik seperti yang pernah dijanjikannya.

Ketidaktegasan presiden dan aparat hukum semakin menguatkan asumsi publik bahwa pembunuhan Munir adalah konspirasi politik yang terorganisir secara rapi dan melibatkan "orang kuat" di negara ini. Sehingga tekanan Komisi HAM PBB, Komisi Eropa dan LSM Internasional pun tidak membuat pemerintah berupaya lebih keras tanpa pandang bulu. Bahkan dugaan keterlibatan BIN belum tersentuh sama sekali oleh kepolisian dan kejaksaan. Preseden ini akan menambah daftar pelanggaran HAM dan kenangan pahit sejarah yang akan menggembosi martabat dan wibawa negara jika tidak segera dituntaskan. Oleh karena itu, dituntut kesungguhan presiden untuk menyelesaikan kasus ini demi keadilan dan kepastian hukum.

Rekomendasi:

  1. Presiden harus mengumumkan hasil temuan dari Tim Pencari Fakta (TPF) ke publik dalam waktu dekat sehingga tidak ada fakta yang ditutup-tutupi.

  1. Presiden membentuk sebuah Tim Kepresidenan (luxurious institution) untuk penuntasan kasus Munir yang memiliki kewenangan lebih dibandingkan TPF, antara lain memiliki akses ke seluruh lembaga negara termasuk badan intelejen.

  1. Presiden meminta pertanggung jawaban Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini, memerintahkan audit terhadap kinerja kepolisian dalam proses penyelidikan serta meningkatkan kemampuan dan kerjasama intelijen dengan negara lain.