Ketika Tuhan kehilangan Speaker dan Jam dinding

Aku tak pernah bisa memahami mengapa masjid-masjid yang indah dan megah kebanyakan tertutup rapat tidak bisa dimasuki. Seperti halnya sore itu ketika menemani istri belanja disalah satu pasar di jakarta. Udara begitu panas sehingga kesabaranku menemani dia melihat2 barang dan menawar harga yang menurut ku irasional sudah menipis sehingga aku memutuskan untuk menunggu di sebuah masjid yang tak jauh dari pasar itu sembari menunaikan sholat zuhur.

Sesampai di teras mesjid segera aku kecewa karena pagar mesjid yang terbuat dari besi tempa nan indah itu di gembok tertutup rapat. Hilang sudah bayangan ku bisa membasuh muka dan mengambil uduk. Sambil menghela napas aku beranjak ke warung indomie dekat mesjid untuk memesan teh botol sekedar membasahi tenggorokan yang sudah kering.

Anda tentu pernah mengalami hal ini bukan ? mesjid yang indah dan besar seringkali tidak dapat dimasuki. Penjaga warung indomie itu memberitahuku bahwa di mesjid ini seringkali kecurian mulai dari speaker dan jam yang baru terjadi minggu lalu. Dan dengan alasan itulah mesjid itu dikunci dan hanya akan dibuka menjelang waktu sholat tiba.

Ternyata Tuhan kehilangan speaker dan jam sehingga rumahNya terpaksa dikunci untuk menghindari maling berbuat sekehedak hatinya. Yah..seperti kata pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati atau tepatnya lebih baik mengunci pintu ketimbang kemalingan..sepintas masuk akal juga. Tentu saja sang maling adalah hamba Tuhan juga, bedanya mungkin hamba yang ini sedang kelaparan, butuh pembeli minyak tanah atau minyak goreng yang sedang membubung tinggi atau bahkan butuh duit untuk mengadu untung memasang togel…

Tapi tetap saja rumah Tuhan tidak bisa dikunjungi sepanjang waktu..buat apa bangun mesjid mahal-mahal ? jangan jangan kita telah terperangkap kepada pemberhalaan mesjid ..dibikin seindah mungkin bersaing dengan mesjid di kampung sebelah namun fungsi aslinya sebagai tempat beribadah dan menghadap Tuhan kapan saja.. tak terpenuhi. Asal muasalnya..yaa..hamba Tuhan tadi itu yang memanfaatkan perabotan Tuhan untuk dijual kepasar loak. Akhirnya rumah Tuhan terkunci rapat….

Aku teringat akan sebuah kisah ketika seorang pendeta tua Zen kencing disamping patung Budha. Lantas pendeta yang lebih muda melihat dan protes mengapa pendeta tua tidak menghormati Budha dengan kencing di dekat patungnya. Pendeta tua balik bertanya tunjukkan pada saya dimana tempat yang tidak ada budha ? tentu saja pendeta yang lebh muda menjawab disegala tempat ada budha. Dengan enteng pendeta tua bertanya lalu saya harus kencing dimana ?

Ternyata menemui Tuhan tidak harus di rumahnya (baca:mesjid). Kita bisa menemuiNya dimana saja, kita bisa sholat di rumah, di emperan toko bahkan dipinggir jalan…jadi meski mesjid nan megah itu tertutup rapat aku bisa menemui Tuhan dengan menumpang sholat di emperan toko penjual DVD bajakan…

Buruknya Pelaksanaan Askeskin

Berdasarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan didukung Keputusan Menkes No 1241 Tahun 2004 dan No 56 Tahun 2005, pemerintah menunjuk PT. Askes untuk mengelola Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) atau yang lebih dikenal dengan sebutan asuransi sosial bagi masyarakat miskin (askeskin).

Program ini bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin di Indonesia yang berdasarkan data BPS 2005 berjumlah 36.146.700 jiwa. Dalam pelaksanaannya PT. Askes berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah seluruh Indonesia yang memberikan daftar nama dan alamat masyarakat yang tergolong miskin di daerah masing-masing.

Beragam Masalah

Pada awal program ini digulirkan muncul persoalan distribusi kartu yang belum tepat sasaran. Hal ini disebabkan tidak akuratnya data yang diterima dari para ketua RT di tingkat kelurahan, sehingga banyak rakyat miskin yang belum mendapatkan kartu Askeskin. Selain itu ditemukan kasus pemalsuan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dilakukan oleh aparat desa, kecamatan hingga Pemda yang diberikan kepada pihak yang tergolong mampu.

Perencanaan Pemerintah juga di nilai belum matang dalam menyiapkan pendanaan. Dana Askeskin tahun 2007 yang telah disalurkan ke PT Askes senilai Rp 1,7 triliun hanya cukup untuk membayar tagihan biaya pelayanan Askeskin rumah sakit hingga periode Mei 2007. Sehingga pemerintah harus mengupayakan tambahan dana Askeskin tahun 2007 sebanyak Rp 1,7 triliun dari APBNP dan Rp 900 miliar dari realokasi dana Departemen Kesehatan untuk menutupi kekurangan. Keadaan ini menyebabkan kurang optimalnya pelayanan yang diberikan pelaksana kepada masyarakat miskin.

Dalam beberapa bulan terakhir, rumah sakit - rumah sakit rujukan pelayanan Askeskin di daerah mengeluhkan keterlambatan pembayaran klaim biaya pelayanan Askeskin dari PT Askes. Menurut Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari hal itu antara lain terjadi karena proses pencairan klaim PT Askes terlalu panjang. Sebelum disalurkan ke rumah sakit rujukan, dana Askeskin dari PT Askes pusat harus disalurkan dulu ke kantor regional PT Askes dan mengendap beberapa waktu di kantor regional.

Salah satu permasalahan yang cukup serius adalah adanya indikasi penggelembungan tagihan Askeskin yang dilakukan oleh sepuluh rumah sakit antara lain dugaan mark up dana askeskin sebesar Rp 5,411 M pada tagihan obat obatan di RSUD Bau Bau, Sulawesi Tenggara. Penggelembungan tagihan Askeskin di beberapa daerah ini ditengarai melibatkan pihak rumah sakit umum daerah (RSUD), PT Askes dan PT Kimia Farma serta oknum dokter.

Dari pihak pihak tersebut yang paling patut dipersalahkan dalam kasus ini adalah PT Askes yang memiliki kewenangan dalam menentukan lolos atau tidaknya tagihan yang diajukan rumah sakit. Meski para dokter memiliki kesempatan untuk memainkan resep obat bersama RSUD atau apotik Kimia Farma namun tetap harus melalui tim verifikasi klaim dana askes.


Pengawasan dan Penindakan

Menindaklanjuti beragam permasalahan dan penggelembungan tagihan askeskin ini, pemerintah harus segera menindaklanjuti dengan melakukan audit terhadap penyelenggaraan program askeskin dengan meminta BPK melakukan audit investigatif. Pemerintah juga harus segera mengevaluasi kinerja PT Askes, bila memang terjadi penyelewengan atau kekurangsiapan PT Askes sebagai pelaksana maka pemerintah berkewajiban meninjau kembali kerjasama dengan PT Askes dan atau melakukan tender ulang.

Selain itu, mekanisme pengawasan terhadap profesi dokter dan rumah sakit sudah harus lebih ditingkatkan karena selama ini banyak oknum dokter melakukan permainan dengan produsen obat dan pihak rumah sakit dengan menuliskan resep yang tidak masuk akal atau melebihi kebutuhan pasien. Pengawasan ini juga harus meliputi produsen obat atau apotik yang nakal karena selama ini belum ada badan yang melakukan fungsi pengawasan dan penindakan. Kedua fungsi ini sangat penting karena sebagus apapun program pemerintah untuk rakyat miskin jika masih terdapat celah untuk “bermain” maka tujuan mulia itu akan berujung kepada kesia-siaan.