Kebijakan Impor beras dan derita Petani


Kalau setiap anak sekolah ditanya apa cita citanya, mungkin mayoritas menjawab mau jadi Dokter atau Pilot . Mungkin tidak ada yang jawab akan menjadi Petani padahal menjadi Petani adalah pekerjaan yang teramat mulia.Begitu juga bila ditanya Ibu ibu apakah mau punya menantu seorang Petani ? Tentu tidak, apa sebab ? karena memang Petani selalu menjadi bagian lapisan masyarakat yang berada di strata terbawah, amat jauh dari kemakmuran. Kapan Petani akan makmur ? mungkin harus ditanyakan pada rumput yang bergoyang, selain petani selalu saja dilanda musim kering, harga pupuk mahal, hama, puso , program pemerintah juga tidak ada yang memihak pada Petani.

Kini baru saja Petani sedikit lega dengan naiknya harga gabah hasil produksinya,izin impor beras turun dengan dalih mendukung program untuk rakyat/warga miskin. Padahal, baru dua bulan lalu pemerintah menegaskan akan mempertahankan kebijakan larangan impor beras hingga akhir tahun karena perkiraan produksi dalam negeri yang masih di atas kebutuhan konsumsi. Kebijakan impor ini sangat konyol karena sebentar lagi Petani akan panen Raya dan diprediksikan akan terjadi surplus sehingga impor beras sebenarnya tidak dibutuhkan. Lebih konyolnya lagi harga beras yang akan dibeli dari Impor tersebut lebih mahal (yaitu seharga Rp. 3.400/kg) dari pada harga beras yang dibeli dari Petani (yakni Rp.2.900/kg) dengan kualitas beras yang sama. Dari sini kita menilai bahwasanya Pemerintah lebih membela Petani luar dibanding Petani negeri sendiri. Petani sangat dirugikan karena dengan impor beras tersebut serta didistribusikannya kepada Pasar akan merusak harga pasar dan otomatis mengurangi pendapatan Petani dengan menurunnya harga gabah. Ataukah memang ini tujuan Pemerintah ? Impor beras ini memang sengaja dilakukan untuk mengontrol harga gabah Petani yang cenderung naik belakangan ini. Ini berarti Petani memang tidak akan pernah hidup makmur di negeri yang gemah ripah loh jinawi ini.

Sekali lagi kebijakan yang dikeluarkan kali ini dirasa tidak melalui perhitungan dan pengetahuan yang matang dari Pemerintah. Sehingga pantas dicurigai adalah hasil dari lobi pengusaha importer yang berada di lingkaran kekuasaan. Sementara Petani tetap menjadi bagian yang dikorbankan demi kepentingan pihak yang berkepentingan dalam impor tersebut.

Beginilah jika Pucuk Pemerintahan dipenuhi oleh saudagar saudagar yang gila akan kedudukan dan harta. Pemerintah tidak lagi membela Petani, Partai Politik juga tidak menyadari bahwasanya Petani adalah konstituen mereka terbesar di Negara ini sehingga tidak patut untuk diperjuangkan. Lalu siapakah yang akan membela Petani kita untuk lebih baik dari keterpurukannya ?

Duh Ayah dan Ibu…semoga sawah dan ladang kita tetap berair musim ini.

0 komentar: