Kenaikan Harga Minyak Goreng

Sejak beberapa pekan terakhir harga minyak goreng di pasaran dalam negeri melonjak drastis. Harga semula yang berkisar antara Rp. 5.500 - Rp 6.000 melonjak menjadi Rp 8000 - Rp 9000 bahkan disejumlah daerah mencapai Rp 15.000.

Kenaikan harga ini dipicu oleh naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) di pasaran internasional. Harga CPO dunia menembus angka US $ 780 per ton atau naik hampir dua kali lipat dibanding harga tahun lalu yang berkisar US $ 400 per ton. Dalam kondisi seperti ini harga CPO dalam negeri ikut terpengaruh.

Sejak dulu pasokan CPO untuk internasional memang selalu lebih dari dua pertiga total produksi sedangkan untuk pasaran dalam negeri kurang dari satu pertiganya. Sehingga harga pasaran CPO dunia saat ini yang melonjak tajam menggoda produsen CPO untuk meningkatkan volume ekspor nya lebih besar lagi ketimbang memasok untuk industri hilir dalam negeri. Akibatnya harga minyak goreng dan produk turunannya terus menunjukkan grafik kenaikan.

Setelah mendapat tekanan dari pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng dalam negeri, produsen CPO sepakat untuk meningkatkan pasokan dalam negeri minimal 100.000 metrik ton dengan harga yang lebih rendah dari pasaran internasional. Sementara itu wakil presiden Jusuf Kalla juga menyerukan agar meningkatkan jumlah operasi pasar. Sehingga dengan langkah-langkah tersebut diharapkan harga minyak goreng turun ke kisaran harga ideal hingga akhir bulan ini. Jika belum berhasil maka akan diambil kebijakan lain dengan menaikkan pajak ekspor .

Berbagai kebijakan tersebut akhirnya juga menyisakan tanda tanya; apakah cukup langkah pemerintah hanya dengan memantau realisasi komitmen produsen CPO untuk mengamankan harga pasar dalam negeri ? Pengusaha tentu juga tidak mau merugi karena dari hulu sampai ke hilir terdapat distorsi pasar yang cukup parah antara lain disinsentif pajak ekspor yang mempengaruhi pembelian ke tingkat petani. Operasi pasarpun juga tanpa kendala. Bila terjadi intervensi pasar, tidak jelas siapa yang akan menanggung biaya subsidi apakah pemerintah ataukah pihak produsen.

Meningkatkan pasokan dalam negeri juga dirasa tidak menjamin harga akan turun seperti yang diharapkan. Permintaan terhadap CPO sangat signifikan dan relatif lebih besar dibandingkan pasokannya (excess demand). Pasokannya tergantung/dibatasi alam (gestation period). Untuk meningkatkan produksinya, diperlukan waktu tanam hingga masa panen antara empat hingga lima tahun. Hal ini tentu saja juga bisa memicu kenaikan harga yang berlebihan ditingkat petani. Apalagi penggunaan CPO sebagai bahan dasar penggunaan BBM Nabati semakin populer di seluruh dunia .

Menentukan kebijakan untuk menangani persoalan ini musti mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan, antara lain; pertama, kepentingan konsumen terutama rumah tangga yang memakai minyak goreng sebagai kebutuhan pokok. Kedua, kepentingan pengusaha kecil makanan yang mendapatkan keuntungan minim akibat kenaikan harga minyak.Ketiga, kepentingan pemerintah dalam meningkatkan devisa negara serta keempat, kepentingan petani sawit dan produsen CPO yang mendapat kesempatan menikmati keuntungan lebih dari sebelumnya. Kesemua aspek ini musti diakomodir namun aspek konsumen tetap harus menjadi prioritas utama.

Dalam hal ini, peran pemerintah yang sangat penting adalah menjaga tingkat inflasi dan harga-harga secara umum karena harga minyak goreng mempunyai pengaruh signifikan terhadap inflasi. Untuk menghindari kenaikan harga yang berlebihan dan memberatkan konsumen dibutuhkan sedikit intervensi pemerintah ketimbang menyerahkan sepenuhnya pada ekonomi pasar.

Rekomendasi;

1. Pemerintah menaikkan pajak ekspor kepada produsen CPO namun selisih kenaikan dari pajak sebelumnya digunakan untuk subsidi harga minyak goreng dalam negeri. Sehingga tidak memberatkan produsen CPO juga harga di tingkat petani serta pasaran dunia tetap terkontrol.

2. Dalam jangka menengah pemerintah melakukan intervensi terhadap hukum persaingan usaha karena industri hilir hanya dikuasai oleh satu atau dua pengusaha besar sehingga struktur pasar bersifat oligopolis dan ada kecenderungan kartel.

3. Mengingat kenaikan harga ini bisa terulang kapan saja maka dalam jangka panjang pemerintah perlu memikirkan untuk melahirkan UU Pengendalian Harga terutama terhadap bahan pokok. Dengan UU ini produsen dan pemasok tidak diperbolehkan menjual produk diatas harga yang ditetapkan pemerintah.

0 komentar: