…………..
Daun kering itu perlahan jatuh ke tanah lembab
Tanah bau bangkai dan pesing tikus tikus kemanusiaan
yang penuh rongga rongga kosong
yang ditinggalkan hati kematian nurani
berharap tanah mendatangkan jutaan makhluk kecil
mengunyah tubuh pertanda tamatnya riwayat
tinggallah dunia tinggallah penderitaan
habislah sudah prahara duka nestapa
sang penyair mendadak terisak gundah gulana
kemudian terdiam seperti arca menatap hampa
betapa bodohnya manusia
jika hidup hanya untuk menderita
tidak..jangan pernah menggugat Dia yang Maha Pencipta
teriak ulama penuh wibawa
“percayalah Dia hanya menguji kita "
ah..Dia Maha Tahu buat apa menguji kita
"kalau begitu kita diciptakan untuk menyembahNya.."
sontak sang ulama mendongak pongah
mendongakkan kepalanya seakan tahu segalanya
Ah.. apa ubahnya Dia dengan penguasa Negara
Tirani yang haus disembah menari nari diatas kepala
Menyimpan nurani dan menguncinya hingga angin pun tak punya kuasa
Tidak..itu bukan Dia
Dia tidak selemah itu hingga butuh sembahan
Ulama terdiam membisu , penyair makin lara didera penyesalan dan air mata
Menangisi hidup yang entah buat apa
Separo hidup habis mengejar harta
Namun harta tak kunjung membahagiakannya
Sekilas ulama tersenyum simpul
Dengan mata teduh dia membuka sorbannya
Mengusap peluhnya dia berkata,
“Kesalahan ada pada dia yang telah melakukan dosa
Memakan buah larangan dan hukumannya adalah dunia”
Penyair mendadak terjaga
ya..itu dia..dialah penyebab segala derita
Yang tergoda rayuan wanita
Yang diusir dari kemewahan dan kemuliaan sorga
Sudah..semua kesalahan timpakan saja pada dia
Habis perkara..
Penyair melonjak kegirangan
Pertanyaan terjawablah sudah
Tiada lagi penyesalan dendam dan amarah
Derita hanyalah warisan
Sesaat penyair kembali terpaku dan terdiam
Bayangan kegembiraan sirnalah sudah
Berganti kegelapan yang makin pekat
Jika derita ini adalah warisan
Sanggupkah mempertanyakan keadilan ?
0 komentar:
Post a Comment