Seringkali kita tidak menyadari bahwa agama yang kita anut, pada dasarnya adalah sebuah “label” yang dilekatkan kepada kita sejak kita lahir. Otomatis, kita beragama A atau B adalah karena pilihan orang tua dan bukan pilihan sendiri. Mungkin hal itu wajar, ketika kita masih bayi memutuskan suatu pilihan adalah hal yang tidak mungkin. Namun, saat kita telah beranjak dewasa di mana rasionalitas jauh memainkan peranan masihkah kita musti menerima begitu saja apa yang disampaikan oleh orang tua atau pun agamawan tanpa memainkan peran akal dalam mencernanya ?
Kontroversi terhadap industri penerbangan murah (low cost carrier ) kembali memuncak pasca hilangnya pesawat AdamAir 1 januari 2007 lalu. Sinyalemen industri penerbangan melakukan efisiensi biaya dengan mengabaikan keamanan dan keselamatan penumpang kembali menjadi wacana di kalangan pengamat penerbangan hingga masyarakat awam. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan 16 pilot pesawat adam air yang memutuskan kontrak secara sepihak dengan adam air akibat kerapnya maskapai itu mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan demi efisiensi biaya.
Pasca kecelakaan pesawat terbang kontroversi ini selalu menguat dan menimbulkan keresahan bagi pengguna transportasi udara. Hal ini menunjukkan masih “mandul”nya peran pengambil kebijakan (pemerintah) dalam industri transportasi udara. Dalam arti lain pemerintah belum mampu memberikan kepastian kepada publik apakah penerbangan murah ini terjamin aspek keamanan dan keselamatannya atau tidak. Dari data yang ada kecelakaan pesawat per lima tahun menunjukkan peningkatan menjadi 29 kasus pada 2001-2005 dari 26 kasus kecelakaan periode 1996 – 2000. Dengan total penerbangan antara tahun 2001 -2005 sebanyak 1.507.336 penerbangan maka presentase kecelakaan pada periode itu adalah 0,002 %. Bandingkan dengan Amerika dimana accident rate nya 1 kecelakaan setiap 1.000.000 penerbangan / take off.
Transportasi Ideal
Penerbangan murah ini memang bukan hal yang baru sama sekali. Sebelumnya di cottonwood height utah, “jetblue” sebuah maskapai penerbangan berbiaya supermurah telah memformat ulang dunia penerbangan domestik Amerika Serikat. Maskapai yang didirikan David Neeleman (februari 2000) ini merontokkan banyak faktor yang menjadi penyebab mahalnya tiket penumpang. Inti nya ia mengembalikan fungsi penerbangan sebagai alat tranportasi dan bukan zona kenyamanan. Antara lain dengan meniadakan makanan dan minuman, memperbanyak seat serta pembelian tiket secara online.
Modus seperti inilah yang belakangan di tiru oleh maskapai lokal di Indonesia. Di motori oleh LionAir mayoritas rakyat Indonesia yang semula hanya bisa mengimpikan melakukan perjalanan dengan pesawat akhirnya bisa mewujudkan impiannya tersebut. Hal ini menunjukkan antara lain moda transportasi udara ini memang sangat ideal bagi wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan wilayah perairan. Acces yang cepat dan murah menjadikan industri penerbangan sangat vital dalam menggerakkan perekonomian dan mempunyai multiplier effect yang besar dibandingkan dengan moda transportasi lainnya.
Data yang ada dengan adanya penerbangan murah, jumlah penumpang terus meningkat dari sekitar 11,6 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 29,2 juta pada tahun 2005 atau meningkat sebesar 151 persen. Kecenderungan itu terus meningkat tiap tahunnya.
Pengawasan Regulasi
Dalam konteks inilah, pemerintah sebagai pengambil kebijakan musti mengambil langkah langkah kongkret demi mendukung perkembangan industri penerbangan nasional tanpa mengabaikan keamanan dan keselamatan penumpang.
Antara lain pemerintah musti segera melakukan evaluasi secara konprehensiv kebijakan fasilitas tranportasi udara mulai dari ground service, maintenance hingga sistem komunikasi dan navigasi pesawat (kelaikan terbang). Hal ini diperlukan mengingat kondisi pesawat yang dimiliki oleh maskapai lokal di tengarai sudah berumur tua dan membutuhkan perawatan yang lebih besar.
Mengingat bahwa efisiensi biaya adalah modus yang di lakukan oleh maskapai penerbangan murah maka pemerintah seharusnya juga mengimbangi dengan meminimalisasi biaya industri penerbangan yang terkait dengan birokrasi. Pemerintah atau departemen terkait sudah semestinya membangun system audit yang dilakukan oleh auditor independent untuk memastikan industri penerbangan berjalan sesuai regulasi untuk memastikan kelayakan dan keamanan penerbangan.
Fungsi pengawasan barangkali menjadi titik lemah pemerintah saat ini. Regulasi bagaimanapun juga hanyalah berupa assignment antara pembuat kebijakan dan industri penerbangan. Tanpa pengawasan yang ketat regulasi hanya akan menjadi kertas yang tergeletak begitu saja. Penerbangan sebagai industri yang penuh resiko membutuhkan security management dan pengawasan pemerintah dalam memberikan kepastian yang diinginkan masyarakat.
Semua usaha pemerintah tersebut bermuara kepada kewajiban pemerintah sebagai pembuat kebijakan dalam industri penerbangan untuk meredam wacana tidak produktif yang sedang berkembang. Bahwa penerbangan musti mengutamakan keamanan dan keselamatan adalah suatu keharusan. Namun disisi lain penerbangan murah tidak otomatis terkait dengan penerbangan yang tidak aman karena efisiensi bisa dilakukan terhadap komponen biaya yang tidak terkait langsung dengan faktor keamanan. Antara lain ticketing online, makanan dan minuman, seat ekonomi, pembatasan ruang kantor, pemakaian pesawat satu jenis yang kesemuanya terkait dengan kenyamanan non primer.
Lagi lagi pemerintah memiliki peran vital dalam mengelola transportasi udara yang murah dan selamat. Memang tidak mudah melakukannya tapi untuk itulah pemerintah ada.
Teras Utama Padang Ekspres 14 Januari 07
Masih segar dalam ingatan kita berita menyedihkan tentang jamaah Haji
Beberapa saat setelah Tsunami di aceh Goenawan Mohammad lewat sms mengatakan “Orang yang percaya bahwa tsunami adalah cobaan dari Tuhan, maka dia percaya kepada Tuhan yang buas.". Isi sms itu masih terngiang ngiang di telinga saya setiap ada bencana alam menimpa negeri ini. Apakah memang Tuhan yang Maha pengasih dan Penyayang tega mendatangkan bencana yang bertubi-tubi bagi umatnya, terlepas apakah mereka menjalankan syariat agama atau tidak ? Atau apakah Tuhan juga mempunyai kebukan-baikan dalam dirinya sehingga dengan kekuasaanNya Dia bisa berlaku semena mena kepada umatNya ?
Mungkin pertanyaan ini taka
Kembali ke persoalan kelaparan yang dialami jamaah Haji di tanah suci Mekah. Persoalan sesungguhnya adalah kelalaian pemerintah yang mengganti perusahaan katering Muassasah yang selama ini melayani jamaah haji
Banjir, longsor, kecelakaan taransportasi darat, laut maupun udara silih berganti terjadi. Belum hilang trauma akibat tsunami diaceh, banjir kembali melanda Aceh Tamiang. Bencana bertubi tubi yang dialami rakyat aceh kalau kita kembali kepada sikap fatalisme yang lagi lagi bermuara kepada cobaan Tuhan, sungguh dahsyat kiranya murka dan cobaan Tuhan kepada rakyat serambi mekah yang nota bene menjalankan Syariat Islam tersebut. Namun jika kita ubah sudut pandang dengan mencoba melihat realita secara jernih maka bencana alam yang menimpa rakyat ini tak lebih daripada ulah tangan-tangan manusia juga.
Berdasarkan berbagai analisis, misalnya yang dilakukan Greenomics
Kita tidak menampik bahwa kematian, ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan hasil pertanian adalah cobaan Tuhan yang terlepas dari peran tangan manusia (QS. Albaqaroh 155-157). Kita juga tidak dapat membantah bahwa kisah Nabi ayub adalah benar benar cobaan dari Tuhan. Seorang Nabi saleh mengalami bencana yang melenyapkan seluruh keluarga dan hartanya dalam satu malam. Namun apakah bencana alam yang melanda negeri ini bisa dikategorikan seperti cobaan yang menimpa nabi Ayub tersebut ?
Sesungguhnya kita tidak sedang memperdebatkan apakah dengan banyaknya bencana di
Air mengalir ke tempat rendah, api panasnya membakar, benda yang dilempar ke atas akan jatuh kebawah begitu juga dengan pesawat yang tidak di maintenance dengan baik berpotensi untuk jatuh (kecelakaan). Hutan yang gundul akibat di tebang baik itu legal ataupun illegal berpotensi mendatangkan banjir. Dengan begitu paling tidak kita tahu apa yang terjadi dengan sudut pandang sains bahwa sebagian besar bencana alam yang terjadi dalam kadar tertentu disebabkan oleh kelalaian tangan manusia.
Oleh karena itu selain berusaha mengingatkan agar Pemerintah semakin tanggap menghadapi bencana kita juga dipanggil untuk merumuskan teologi bencana / cobaan yang lebih mengena. Sehingga kita tidak serta merta menyalahkan Tuhan (blaming God) dalam rangka escapisme dari tanggung jawab yang kita (baca: pemerintah) emban dalam melayani rakyat.